14 Desember 2014. 01:24 WIB. Kamar kosan.
"This is the end
Hold your breath and count to ten
Feel the earth move and then
Hear my heart burst again..."
Aku benar-benar merasakan perubahan itu. Dunia yang dulu kukenal hanya hingga batas-batas kotaku mendadak bereksplosi dan berekspansi. Big Bang. Apa yang selalu kusebut batas dulu terdorong menjauh. Seberapa jauh? Hingga tidak hingga, hanya itu yang bisa kukatakan mengingat ketidaktahuanku akan ke mana batas itu sebenarnya menghilang. Aku mengenali ketidakterbatasan ini, namun aku tidak (akan pernah) memahami seluruhnya.
Lalu mendadak seluruhnya termampatkan. Dunia menyempit. Semua yang kukenali sebagai batas-batas itu mendekat. Dunia memampatkan dirinya dan hanya menyisakan ruang yang sangat sempit. Terlalu sempit, bahkan untuk diriku seorang. Batas-batas itu memerangkap.
Sebanyak apapun diskusi dilakukan, lirik ditulis, ode diciptakan, bahasan tentang ego selalu menjadi bahasan yang menarik. Dunia manusia yang ada saat ini berdiri di atas pondasi ego. Peradaban makan, minum, beristirahat, dan membela diri dengan didorong oleh egonya untuk bertahan hidup. Segala kejatuhan adalah ego yang tidak berhasil menuntaskan dirinya. Andai saja ia tertuntaskan, ialah yang berdiri. Berjaya. Manusia - semua keinginan, pikiran, ciptaan, semua yang membuat dirinya "ada" adalah ego-nya. Aku percaya semua manusia mengandung sekaligus terperangkap oleh egonya masing-masing. Demikian pula aku. Aku-pun selalu terperangkap dalam ego-ku.
Aku masihlah aku yang sama, aku saat mengenal dunia hanya sebatas kota tempat tinggalku. Aku masihlah aku yang suka menulis diiringi lagu-lagu (sebut saja mereka yang berjasa menemaniku: Black Sabbath, Muse, Foo Fighters, Keane, Melancholic Bitch, Adele, dan masih banyak lagi). Aku masih sering lupa mengerjakan tugas kuliah hingga J-min-sekian. Aku masih saja sulit menangkap harapan dan kekhawatiran yang entah ada dalam dunia yang tidak kukenal ini atau dalam kepalaku saja. Bahkan aku selalu kesulitan menuliskan semuanya dalam media blog ini sekalipun. Bagaimana aku bisa mengatakannya? Bagaimanapun, hingga saat ini egoku yang lapar masih belum mengetahui cara untuk melepaskan diri dan mencari penuntasan diri.
Apakah semua ego selalu seperti itu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar