Kamis, 02 Februari 2017

V U L G A R: Sebentuk Kabaret Hiphop Vulgar a la Joe Million [Sebuah Bedah Album]


"V U L G A R"
Joe Million
Self-released, 2016
Produser: Senartogok
Beatmaker: Senartogok
Artwork: Senartogok


Berkali-kali mendengar album V U L G A R dari Joe Million (self released, 2016) tiap kali mengantar adik saya berangkat sekolah, saya merasa harus segera menulis ulasan album pertama MC jahat asal Jayapura ini, kalau perlu bedah albumnya. Alasannya sederhana: karena album ini memang keren! Tidak perlu merujuk fakta bahwa Morgue Vanguard menahbiskan album ini sebagai rilisan terbaik 2016 versinya, atau bahwa album ini beberapa kali diulas dengan positif dan disebut dalam list terbaik tahun 2016 walau baru berstatus sebagai pendatang baru. Tidak perlu susah-susah untuk mengamini bahwa V U L G A R adalah salah satu rilisan yang paling bergizi di penghujung tahun 2016: cukup putar dari awal ke akhir, dan biarkan rapping yang mulus, lirik yang puitik, jenius dan terkadang nakal, juga beat sampling-nya yang gahar membombardir genderang telinga Anda, habis-habisan.

Joe tidak lupa membawa serta diksi dan aksen Timurnya yang menjadi ciri khasnya dari dua EP sebelumnya (Enigmatik dan Million Cypher) ke dalam V U L G A R. Berbekal kearifan lokal tadi, rima dan flow Joe yang banyak dipengaruhi Eminem, Nas dan Kendrick Lamar lancar meluncur di atas beat-beat ciptaan beatsmith Senartogok, seniman kenamaan Bandung yang juga merangkap produser sekaligus art worker album ini. Seluruh beat dalam album ini sendiri sebenarnya sudah merupakan suatu kekayaan tersendiri.

Bayangkan, cakupan sampling yang berkisar dari Berlian Hutauruk sampai Sleep tak pelak juga ikut memperluas pengetahuan saya akan musik yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Hasilnya? Bum! Sebuah album hiphop yang membenamkan banyak rilisan hiphop 2016 lainnya. Kesucian V U L G A R sepertinya hanya dinodai oleh proses mixing yang kurang sempurna dan berakibat kurang terdengarnya kata-kata Joe di beberapa bagian. Beruntung, hal ini dapat diakali oleh adanya bundel lirik yang dapat diunduh bersama album ini secara bebas di situs ini atau dengan memesan deluxe version-nya melalui akun media sosial Senartogok.

Sepertinya panjang-panjang kata ini harus segera disudahi. Berbekal sedikit pengetahuan akan hiphop dan banyak kenekatan, saya akan membedah tiap track dalam album ini. Peringatan: segala resiko malpraktek akibat keasyikan mengkhusyuki V U L G A R tidak ditanggung oleh Penulis.

1.       Persetan (2:58)

Begitu tombol play ditekan, album ini dibuka dengan riff gitar clean yang cukup familiar di telinga saya. Rupa-rupanya Senartogok mengguntingi The Unforgiven III milik raksasa thrash metal Metallica untuk dijadikan sampel untuk track ini. Selama hampir tiga menit, dengan cuek Joe mengoceh menafikkan mereka yang hanya bisa sinis. Tidak main-main, bagi Joe orang-orang semacam itu seharusnya berada di daftar korban Bom Bali. Bagi saya, Persetan adalah sebuah jawaban slengean yang tepat atas segala bentuk sinisme, karena memang Joe sudah kadung menegaskan, “Kau yang ragu padaku, persetan omong kosong!”

2.       Koar Trotoar (2:14)

Bersanding dengan Persetan sebagai track kedua, saya justru merasa Koar Trotoar tampil kurang prima. Beat yang diangkat kurang distingtif serta cerita Joe (yang mungkin) tentang raung trotoar yang ia lewati di suatu malam terlalu sulit dipahami dan kurang kuat sebagai tema. Namun, bukan berarti Koar Trotoar sama sekali tidak layak dinikmati. Joe selalu rajin berbagi rima dengan pendengarnya dan beruntunglah rima yang Joe sajikan selalu penuh nutrisi dan dibalut motive flow yang cantik. Simak saja:

...Tolong tolong hentakku dari kolong-kolong langkahku
Kau olok-olok mengganguku seolah-olah mukaku
teramat borok dan jorok tak cermat kau lap kacamu..”

Cukup indah, bukan?

3.       Dalam Singgasana (2:13)

Saya sedikit menyesalkan fakta bahwa di album ini dua track yang menurut saya paling lemah harus diletakkan bersandingan di bagian awal album. Namun akhirnya saya mengerti, sepertinya kedua track yang saling berdampingan ini adalah sebuah tarikan nafas panjang sebelum menjejak jalangnya sisa lagu dalam V U L G A R. Di Dalam Singgasana, perayaan atas alam atas sadar yang tetap tenang dan sabar itu dirayakan lewat beat yang lebih tenang dan flow yang tetap terjaga: seolah mengajak siaga mengantisipasi apa yang akan terjadi setelah dua menit tigabelas detik lagu ini terlewati.

4.       Sejenak (0:36)

Sebagai interlude pertama album ini, Sejenak mengajak pendengar sejenak menyamakan ritme. Sambil ditingkahi tiupan instrumen a la Timur Tengah (yang mengingatkan saya pada Sen Trope milik Aziz yang acap diputar oleh kawan-kawan satu sekre), persepsi seolah disamakan dahulu sambil goyang kepala santai sebelum melanjutkan perjalanan menyusuri album ini. Selow dulu lah.

5.       Si Miskin Omdonesia (3:31)

Baru terlepas dari interlude, saya langsung diajak melongo dengan keajaiban track satu ini. Harus jujur saya akui kalau Si Miskin Omdonesia merupakan track favorit saya dari banyak aspek. Pencurian sample dari Matahari-nya Berlian Hutauruk yang terdengar sendu terbukti efektif mengiringi “suara sumbang si spesial” Joe tentang sebuah negeri bernama Omdonesia. Negeri mana lagi itu? Sepertinya hanya Joe yang tahu. Yang jelas, Omdonesia selalu dipenuhi nyinyir apatis warga kepada pemimpin mereka, peristiwa kontroversial, dan yang paling penting—sampai-sampai Joe harus membahasnya dalam satu verse penuh—penjajahan bentuk baru juga kekerasan atas nama agama. Semua itu diceritakan Joe dengan pilihan kata yang bernas dan juga tegas. Hampir di penghujung lagu Joe berteriak:

“...Sibuk sengketa karena agama berbeda,
Apa Tripitaka, Alkitab, Quran, dan Weda
Akan membuat darah lebih berwarna merah...
...
...Apa ada Tuhan buat kau tak butuh papan,
Apa ada Tuhan buat kau tak butuh sandang,
Apa ada Tuhan buat kau tak butuh makan,
Ku tak butuh Tuhan jika buatku bunuh lawan!”

Sepertinya kondisi seperti itu cukup familiar bagi saya, hahaha. Sesekali suara tayangan berita bergemeresak  di sela-sela verse, mengabarkan kisah sendu Omdonesia. Kisah yang sukses membuat kagum sekaligus merenung dalam bentuk karya kelas satu ini. Tabik!

6.       Amin (1:47)

Bila saya yang disuruh memilih judul untuk track ini, bukan Amin yang akan saya pilih, melainkan “Anjing!”. Di atas riff terpuji milik Jimi Hendrix, Joe bersumpah atas nama Big Poppa, Nas, dan Tupac untuk kemudian ngebut meluncur 124 BPM sepanjang 42 bar non stop, sendirian, lalu mengajak pendengar beramai-ramai maju menggempur segala penindasan juga omong kosong, dan pada akhirnya meledak tanpa sisa. Kurang gila bagaimana lagi pace satu ini?

7.       Vulgar (3:23)

Sebuah title track yang ngeri, dengan beat yang mengingatkan saya pada scoring salah satu seri Avatar: The Last Airbender di mana Aang mengamuk dan membilas habis pasukan Negara Api dari kediaman Suku Air Utara. Isinya tidak kalah ngeri: pernyataan berani Joe sebagai seorang rapper yang siap memuntahkan “Rima yang bringas resiko meledakkan dendrit” kapan saja dan menggilas siapapun yang ada di hadapannya. Lengkap dengan narasi hidup-mati-bangkitnya Yesus di antara tiap verse, Vulgar pun sukses membuat saya merinding habis-habisan.

8.       Katamorgana (3:50)

Jika Amin saya sebut “anjing!”, maka tidak ada kata lain yang pantas untuk Katamorgana selain “kurangajar!”. Nomor braggadocio sombong ini kabarnya merupakan track favorit beatmaker Senartogok yang mengambil sample Eye Of The Tiger dari Survivor sebagai latar lagu ini (sebuah pilihan yang sangat tepat). Dalam aliran flow yang jenius, Joe dengan jumawa menampik Inul dan Dhani yang menyodorinya kontrak (“Karyaku makaku takkan jual sampai mati”). Ini terdengar sangat jumawa, bahkan apabila disandingkan dengan seluruh lagu Young Lex sekaligus. Namun, ogah jadi naif, Joe tetap berbagi nomor ponsel kalau-kalau akhirnya ia sampai kehabisan nasi. Lewat Katamorgana, Joe berhasil berbagi rasa percaya diri berlebih yang disampaikan dengan cara yang lucu dan ditutup dengan ocehan acak Joe yang apabila disimak baik-baik ternyata juga tidak kalah kocak.

9.       Candu (3:18)

Gulung aku dan bakar lalu hajar,
Karena ku kan hancurkan masalah yang datang menampar,
Asap memanjangkan sabar,
Asap menanggalkan sadar,
Asap mengajak menanjak ke atas menghadap Allah...”

Tidak perlu bersusah payah untuk menangkap apa yang Joe dan Rand Slam ingin sampaikan di lagu ini. Ya, di nomor chill ini Joe berbagi bar dengan Rand Slam, komradnya di kolektif Super Flava. Tidak tanggung-tanggung, Rand Slam menggasak duapertiga bagian dari keseluruhan verse. Berdua, mereka memainkan dadu, ular, dan tangga dan siap naik lebih “tinggi”. Ditingkahi beat yang mendukung suasana, Candu berhasil menjadi track paling dope nomor dua dalam album ini.

10.   Kolong (5:03)

Kembali berkolaborasi dengan Rand Slam, kali ini Joe meratap galau mengungkap kesendirian, ketakutan, dan pilunya diabaikan. Sample dari lagu Black milik Danger Mouse memperkuat kesan gamang yang hadir dalam track ini—gamang yang semakin memuncak segelap kolong ketika bersama Norah Jones Joe bernyanyi parau, “Until you travel to that place you can’t comeback, where the last pain is gone and all that’s left is black.” Menurut saya, Kolong adalah track paling introspektif dalam V U L G A R dan sukses memberi warna unik nan mencekam dalam album ini.

11.   Let My Blood Be A Seed Of Freedom (5:08)

Singkatnya, track ini adalah sebuah ode perjuangan dan pembebasan a la Joe Million. Tiap bait yang Joe bacakan seolah mengamini sabda Oscar Romero—uskup masyhur pencetus Teologi Pembebasan itu—yang melantun via The Project dan di-sampling dengan sempurna menjadi reff yang sama membiusnya dengan flow Joe di lagu ini, serta menjadi judul track ini. Jika kita membicarakan Joe, pembebasan yang ia maksud tentunya hadir dalam bentuk rap dibalut rima dan flow memukau yang menghunjam tepat di ulu hati. Testamen yang sukses mengantar pendengar menuju klimaks menikmati Joe Million.

12.   Terbawa x Peluru (1:53)

Hanya ada satu penyebab Candu gagal menjadi track paling “tinggi” di V U L G A R: interlude 1 menit 53 detik ini. Sekarang, bagaimana cara mengalahkan beat sampling singkat, lambat, dan berat khas musik psikedelik macam Tame Impala (jika tidak boleh disamakan dengan Om atau Sunn O))) ) yang digagahi oleh racau diperlambat Joe ini? Jawabannya: tidak ada kemabukan lain yang dapat mengalahkan kemabukan macam Terbawa x Peluru. Belum sempat bertele-tele terlalu lama... DOR! Tiba-tiba saja lagu ini berhenti, seolah dikandaskan dari jauh oleh seorang penembak jitu. Dan ungkapan Joe di akhir: layaknya Chairil Anwar membawa lari luka dan bisa, akan ia bawa peluru di kepalanya untuk merajut seribu mimpinya. Inilah puncak yang sempurna untuk kabaret hiphop vulgar a la Joe Million ini.

13.   Menunda Mati (2:56)


Jika Anda menyangka semua ini sudah berakhir, Anda salah besar. Walau sudah berhasil memuncak dengan luar biasa di Terbawa x Peluru, Joe memilih menunda berakhirnya album ini untuk berbagi mikrofon dengan Senartogok dalam Menunda Mati. Mungkin track ini adalah sebuah pendinginan yang melegakan namun tetap tegas. Setelah Joe dengan sempurna mengamuk dan melempar Nuh dan Sangkuriang—lengkap bersama perahu mereka—ke Puncak Himalaya, Senartogok menyahut dengan aliran, lebih tepatnya rentetan kata-kata a la Homicide, menembaki segala arah dan menumbangkan semua, mulai dari Dostoyevski sampai Ahok tanpa sisa. Sampling lagu ini juga menggarisbawahi kedigdayaan beatmaking Senartogok. Dengan sample dari Dragonaut milik Sleep, Senartogok sukses meramu beat dengan beberapa break cerdas di sana-sini berbumbu sesekali permainan bassline Tame Impala yang sangat klop dengan keseluruhan verse dalam Menunda Mati. Lagu ini seolah merupakan tanda terima kasih Joe untuk Senartogok dan sekaligus menjadi sebuah pernyataan tegas darinya: hidup adalah sebuah arena raksasa untuk terus berkarya, walau harus mati-matian menunda mati. Apakah penundaan kematian Joe ini nantinya mampu membuahkan karya lain yang paling tidak setara, atau mungkin lebih baik dari album luar biasa ini? Kita tunggu saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar