"V U L G A R"
Joe Million
Self-released, 2016
Produser: Senartogok
Beatmaker: Senartogok
Artwork: Senartogok
Beatmaker: Senartogok
Artwork: Senartogok
Berkali-kali mendengar album V U L G A R dari Joe Million
(self released, 2016) tiap kali mengantar adik saya berangkat sekolah, saya
merasa harus segera menulis ulasan album pertama MC jahat asal Jayapura ini,
kalau perlu bedah albumnya. Alasannya sederhana: karena album ini memang keren!
Tidak perlu merujuk fakta bahwa Morgue Vanguard menahbiskan album ini sebagai
rilisan terbaik 2016 versinya, atau bahwa album ini beberapa kali diulas dengan
positif dan disebut dalam list
terbaik tahun 2016 walau baru berstatus sebagai pendatang baru. Tidak perlu
susah-susah untuk mengamini bahwa V U L G A R adalah salah satu rilisan yang
paling bergizi di penghujung tahun 2016: cukup putar dari awal ke akhir, dan
biarkan rapping yang mulus, lirik
yang puitik, jenius dan terkadang nakal, juga beat sampling-nya yang gahar membombardir genderang telinga Anda,
habis-habisan.
Joe tidak lupa membawa serta diksi dan aksen Timurnya yang
menjadi ciri khasnya dari dua EP sebelumnya (Enigmatik dan Million Cypher) ke
dalam V U L G A R. Berbekal kearifan lokal tadi, rima dan flow Joe yang banyak dipengaruhi Eminem, Nas dan Kendrick Lamar
lancar meluncur di atas beat-beat ciptaan beatsmith Senartogok, seniman kenamaan Bandung yang juga merangkap
produser sekaligus art worker album
ini. Seluruh beat dalam album ini
sendiri sebenarnya sudah merupakan suatu kekayaan tersendiri.
Bayangkan,
cakupan sampling yang berkisar dari
Berlian Hutauruk sampai Sleep tak pelak juga ikut memperluas pengetahuan saya
akan musik yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Hasilnya? Bum! Sebuah
album hiphop yang membenamkan banyak rilisan hiphop 2016 lainnya. Kesucian V U
L G A R sepertinya hanya dinodai oleh proses mixing yang kurang sempurna dan berakibat kurang terdengarnya
kata-kata Joe di beberapa bagian. Beruntung, hal ini dapat diakali oleh adanya
bundel lirik yang dapat diunduh bersama album ini secara bebas di situs ini atau dengan memesan deluxe version-nya melalui akun media sosial Senartogok.
Sepertinya panjang-panjang kata ini harus segera disudahi.
Berbekal sedikit pengetahuan akan hiphop dan banyak kenekatan, saya akan
membedah tiap track dalam album ini.
Peringatan: segala resiko malpraktek akibat keasyikan mengkhusyuki V U L G A R
tidak ditanggung oleh Penulis.
1.
Persetan
(2:58)
Begitu tombol play
ditekan, album ini dibuka dengan riff
gitar clean yang cukup familiar di
telinga saya. Rupa-rupanya Senartogok mengguntingi The Unforgiven III milik
raksasa thrash metal Metallica untuk dijadikan sampel untuk track ini. Selama hampir tiga menit,
dengan cuek Joe mengoceh menafikkan mereka yang hanya bisa sinis. Tidak
main-main, bagi Joe orang-orang semacam itu seharusnya berada di daftar korban
Bom Bali. Bagi saya, Persetan adalah sebuah jawaban slengean yang tepat atas
segala bentuk sinisme, karena memang Joe sudah kadung menegaskan, “Kau yang ragu padaku, persetan omong
kosong!”
2.
Koar
Trotoar (2:14)
Bersanding dengan Persetan sebagai track kedua, saya justru merasa Koar Trotoar tampil kurang prima. Beat yang diangkat kurang distingtif
serta cerita Joe (yang mungkin) tentang raung trotoar yang ia lewati di suatu
malam terlalu sulit dipahami dan kurang kuat sebagai tema. Namun, bukan berarti
Koar Trotoar sama sekali tidak layak
dinikmati. Joe selalu rajin berbagi rima dengan pendengarnya dan beruntunglah
rima yang Joe sajikan selalu penuh nutrisi dan dibalut motive flow yang cantik.
Simak saja:
“...Tolong tolong hentakku dari kolong-kolong langkahku
Kau olok-olok mengganguku seolah-olah mukaku
teramat borok dan jorok tak cermat kau lap kacamu..”
Kau olok-olok mengganguku seolah-olah mukaku
teramat borok dan jorok tak cermat kau lap kacamu..”
Cukup indah, bukan?
3.
Dalam
Singgasana (2:13)
Saya sedikit menyesalkan fakta bahwa di album ini dua track yang menurut saya paling lemah
harus diletakkan bersandingan di bagian awal album. Namun akhirnya saya
mengerti, sepertinya kedua track yang
saling berdampingan ini adalah sebuah tarikan nafas panjang sebelum menjejak
jalangnya sisa lagu dalam V U L G A R. Di Dalam Singgasana, perayaan atas alam
atas sadar yang tetap tenang dan sabar itu dirayakan lewat beat yang lebih
tenang dan flow yang tetap terjaga:
seolah mengajak siaga mengantisipasi apa yang akan terjadi setelah dua menit
tigabelas detik lagu ini terlewati.
4.
Sejenak
(0:36)
Sebagai interlude pertama
album ini, Sejenak mengajak pendengar sejenak menyamakan ritme. Sambil
ditingkahi tiupan instrumen a la Timur Tengah (yang mengingatkan saya pada Sen
Trope milik Aziz yang acap diputar oleh kawan-kawan satu sekre), persepsi
seolah disamakan dahulu sambil goyang kepala santai sebelum melanjutkan
perjalanan menyusuri album ini. Selow dulu
lah.
5.
Si Miskin
Omdonesia (3:31)
Baru terlepas dari interlude,
saya langsung diajak melongo dengan keajaiban track satu ini. Harus jujur saya akui kalau Si Miskin Omdonesia
merupakan track favorit saya dari
banyak aspek. Pencurian sample dari Matahari-nya
Berlian Hutauruk yang terdengar sendu terbukti efektif mengiringi “suara sumbang si spesial” Joe tentang
sebuah negeri bernama Omdonesia. Negeri mana lagi itu? Sepertinya hanya Joe
yang tahu. Yang jelas, Omdonesia selalu dipenuhi nyinyir apatis warga kepada
pemimpin mereka, peristiwa kontroversial, dan yang paling penting—sampai-sampai
Joe harus membahasnya dalam satu verse
penuh—penjajahan bentuk baru juga kekerasan atas nama agama. Semua itu
diceritakan Joe dengan pilihan kata yang bernas dan juga tegas. Hampir di
penghujung lagu Joe berteriak:
“...Sibuk sengketa karena agama berbeda,
Apa Tripitaka, Alkitab, Quran, dan Weda
Akan membuat darah lebih berwarna merah...
Apa Tripitaka, Alkitab, Quran, dan Weda
Akan membuat darah lebih berwarna merah...
...
...Apa ada Tuhan buat kau tak butuh papan,
Apa ada Tuhan buat kau tak butuh sandang,
Apa ada Tuhan buat kau tak butuh makan,
Ku tak butuh Tuhan jika buatku bunuh lawan!”
Apa ada Tuhan buat kau tak butuh sandang,
Apa ada Tuhan buat kau tak butuh makan,
Ku tak butuh Tuhan jika buatku bunuh lawan!”
Sepertinya kondisi seperti itu cukup familiar bagi saya,
hahaha. Sesekali suara tayangan berita bergemeresak di sela-sela verse, mengabarkan kisah sendu Omdonesia. Kisah yang sukses membuat
kagum sekaligus merenung dalam bentuk karya kelas satu ini. Tabik!
6.
Amin
(1:47)
Bila saya yang disuruh memilih judul untuk track ini, bukan Amin yang akan saya
pilih, melainkan “Anjing!”. Di atas riff
terpuji milik Jimi Hendrix, Joe bersumpah atas nama Big Poppa, Nas, dan Tupac
untuk kemudian ngebut meluncur 124 BPM sepanjang 42 bar non stop, sendirian, lalu
mengajak pendengar beramai-ramai maju menggempur segala penindasan juga omong
kosong, dan pada akhirnya meledak tanpa sisa. Kurang gila bagaimana lagi pace
satu ini?
7.
Vulgar
(3:23)
Sebuah title track
yang ngeri, dengan beat yang
mengingatkan saya pada scoring salah
satu seri Avatar: The Last Airbender di mana Aang mengamuk dan membilas habis
pasukan Negara Api dari kediaman Suku Air Utara. Isinya tidak kalah ngeri:
pernyataan berani Joe sebagai seorang rapper
yang siap memuntahkan “Rima yang bringas
resiko meledakkan dendrit” kapan saja dan menggilas siapapun yang ada di
hadapannya. Lengkap dengan narasi hidup-mati-bangkitnya Yesus di antara tiap verse, Vulgar pun sukses membuat saya
merinding habis-habisan.
8.
Katamorgana
(3:50)
Jika Amin saya sebut “anjing!”, maka tidak ada kata lain
yang pantas untuk Katamorgana selain
“kurangajar!”. Nomor braggadocio
sombong ini kabarnya merupakan track favorit
beatmaker Senartogok yang mengambil sample Eye Of The Tiger dari Survivor
sebagai latar lagu ini (sebuah pilihan yang sangat
tepat). Dalam aliran flow yang
jenius, Joe dengan jumawa menampik Inul dan Dhani yang menyodorinya kontrak (“Karyaku makaku takkan jual sampai mati”).
Ini terdengar sangat jumawa, bahkan apabila disandingkan dengan seluruh lagu
Young Lex sekaligus. Namun, ogah jadi naif, Joe tetap berbagi nomor ponsel
kalau-kalau akhirnya ia sampai kehabisan nasi. Lewat Katamorgana, Joe berhasil
berbagi rasa percaya diri berlebih yang disampaikan dengan cara yang lucu dan
ditutup dengan ocehan acak Joe yang apabila disimak baik-baik ternyata juga
tidak kalah kocak.
9.
Candu (3:18)
“Gulung aku dan bakar lalu hajar,
Karena ku kan hancurkan masalah yang datang menampar,
Asap memanjangkan sabar,
Asap menanggalkan sadar,
Asap mengajak menanjak ke atas menghadap Allah...”
Karena ku kan hancurkan masalah yang datang menampar,
Asap memanjangkan sabar,
Asap menanggalkan sadar,
Asap mengajak menanjak ke atas menghadap Allah...”
Tidak perlu bersusah payah untuk menangkap apa yang Joe dan
Rand Slam ingin sampaikan di lagu ini. Ya, di nomor chill ini Joe berbagi bar dengan Rand Slam, komradnya di kolektif
Super Flava. Tidak tanggung-tanggung, Rand Slam menggasak duapertiga bagian
dari keseluruhan verse. Berdua,
mereka memainkan dadu, ular, dan tangga dan siap naik lebih “tinggi”.
Ditingkahi beat yang mendukung
suasana, Candu berhasil menjadi track
paling dope nomor dua dalam album
ini.
10.
Kolong (5:03)
Kembali berkolaborasi dengan Rand Slam, kali ini Joe meratap
galau mengungkap kesendirian, ketakutan, dan pilunya diabaikan. Sample dari lagu Black milik Danger Mouse memperkuat kesan gamang yang hadir dalam track ini—gamang yang semakin memuncak
segelap kolong ketika bersama Norah Jones Joe bernyanyi parau, “Until you travel to that place you can’t comeback,
where the last pain is gone and all that’s left is black.” Menurut saya, Kolong
adalah track paling introspektif
dalam V U L G A R dan sukses memberi warna unik nan mencekam dalam album ini.
11.
Let My
Blood Be A Seed Of Freedom (5:08)
Singkatnya, track
ini adalah sebuah ode perjuangan dan pembebasan a la Joe Million. Tiap bait
yang Joe bacakan seolah mengamini sabda Oscar Romero—uskup masyhur pencetus
Teologi Pembebasan itu—yang melantun via The Project dan di-sampling dengan sempurna menjadi reff yang sama membiusnya dengan flow Joe di lagu ini, serta menjadi
judul track ini. Jika kita
membicarakan Joe, pembebasan yang ia maksud tentunya hadir dalam bentuk rap
dibalut rima dan flow memukau yang
menghunjam tepat di ulu hati. Testamen yang sukses mengantar pendengar menuju
klimaks menikmati Joe Million.
12.
Terbawa x
Peluru (1:53)
Hanya ada satu penyebab Candu gagal menjadi track paling “tinggi” di V U L G A R: interlude 1 menit 53 detik ini.
Sekarang, bagaimana cara mengalahkan beat
sampling singkat, lambat, dan berat khas musik psikedelik macam Tame Impala
(jika tidak boleh disamakan dengan Om atau Sunn O))) ) yang digagahi oleh racau
diperlambat Joe ini? Jawabannya: tidak ada kemabukan lain yang dapat
mengalahkan kemabukan macam Terbawa x Peluru. Belum sempat bertele-tele terlalu
lama... DOR! Tiba-tiba saja lagu ini berhenti, seolah dikandaskan dari jauh
oleh seorang penembak jitu. Dan ungkapan Joe di akhir: layaknya Chairil Anwar
membawa lari luka dan bisa, akan ia bawa peluru di kepalanya untuk merajut seribu
mimpinya. Inilah puncak yang sempurna untuk kabaret hiphop vulgar a la Joe
Million ini.
13.
Menunda
Mati (2:56)
Jika Anda menyangka semua ini sudah berakhir, Anda salah
besar. Walau sudah berhasil memuncak dengan luar biasa di Terbawa x Peluru, Joe
memilih menunda berakhirnya album ini untuk berbagi mikrofon dengan Senartogok
dalam Menunda Mati. Mungkin track ini
adalah sebuah pendinginan yang melegakan namun tetap tegas. Setelah Joe dengan
sempurna mengamuk dan melempar Nuh dan Sangkuriang—lengkap bersama perahu
mereka—ke Puncak Himalaya, Senartogok menyahut dengan aliran, lebih tepatnya
rentetan kata-kata a la Homicide, menembaki segala arah dan menumbangkan semua,
mulai dari Dostoyevski sampai Ahok tanpa sisa. Sampling lagu ini juga menggarisbawahi kedigdayaan beatmaking Senartogok. Dengan sample dari Dragonaut milik Sleep,
Senartogok sukses meramu beat dengan
beberapa break cerdas di sana-sini
berbumbu sesekali permainan bassline
Tame Impala yang sangat klop dengan keseluruhan verse dalam Menunda Mati. Lagu ini seolah merupakan tanda terima
kasih Joe untuk Senartogok dan sekaligus menjadi sebuah pernyataan tegas
darinya: hidup adalah sebuah arena raksasa untuk terus berkarya, walau harus
mati-matian menunda mati. Apakah penundaan kematian Joe ini nantinya mampu
membuahkan karya lain yang paling tidak setara, atau mungkin lebih baik dari
album luar biasa ini? Kita tunggu saja.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar