Cuma pada kamu saja, aku bisa menemukan telaga dalam bola mata.
Kantin kampus yang biasa-biasa saja, embusan berdebu suatu siang yang biasa-biasa saja, dan pelarian yang seperti biasa.
Aku bolos kelas mekanika, dan kamu lari dari kuliah, apapun itu namanya, mengontrol opini manusia. Kembali kita menceburkan diri ke kenakalan yang sudah biasa itu. Namun siang ini, di kantin ini, tepat di antara cakap kita (juga di lengkung senyummu), semua yang biasa itu adalah segala.
Rambut ayumu sedikit berderai ditiup kerontang siang. Kantin sedang sepi ini siang.
Cukup kita berdua, ayo pesan es kelapa. Basahi hausmu, ciprati keringku. Kita lanjutkan tawa yang tertunda jam-jam tertidur di kelas. Kita teruskan tawa canda tentang beda dunia, beda fakultas. Susun rencana ke tempat petualangan yang tak mampu dijamah bis kota manapun, tempat rekaan cerita kita. Habisi kebosanan kita akan kelas dan hidup. Aku dan kamu. Pejamkan mata dan kitalah seisi sepi kantin siang itu. Kitalah dunia, kitalah semua canda dan cerita.
Tenang saja, di bolos siang ini kita tidak akan dicari dosen manapun, kawan mahasiswa siapapun. Ibu-ibu kantin pun tidak akan mencarimu. Es kelapa kita sudah kubayar lunas.
Di sana, di kedua bola matamu, ada telaga. Bersamamu kutuntaskan dahaga.
Yang kamu tahu siang ini tidak akan bisa dituntaskan dengan es kelapa manapun jua.
Frasa "telaga di bola mata" diilhami Melancholic Bitch - Dinding Propaganda. Terimakasih Melbi.
Bandung, 16 Desember 2013. Bukan di siang terik. Masih dini hari, hujan gerimis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar