Untuk H
di atas pasir kau berdiri tegak
bersama angin hamburkan tatap malu-malu
darahku berdesir, seperti laut di bawah kakiku
mati telah segala langkah
lantak luluh dihajar ombak
laut di bawahku terban
hanya bergayut gelakmu, aku mabuk
aku rindu ombak
aku rindu mabuk
aku rindu laut
aku rindu pantai
juga dirimu. senyum merinai.
hujan jatuh di tepi pantai.
Bandung, 2016
Rabu, 31 Agustus 2016
Senin, 29 Agustus 2016
Invictus
Dalam saput kelam malam
hanya hitam dari awal ke ujung.
Terima kasih! Siapapun Kau entah
atas jiwaku yang tiada terjajah
dalam cengkeram keadaan:
gidik tangis aku tak akan.
Dihajar kesempatan:
sirah berdarah, namun tunduk tak akan.
Di atas loka murka dan duka
samar ngeri bayang menghitam.
Wahai Kala yang mengancam!
Lihat, dan lihatlah! Aku tak gentar.
Tak acuh sempit pintu terbuka
tak peduli deras dera kuterima.
Akulah tuan bagi takdirku
Akulah nahkoda dalam sukmaku.
William Ernest Henley
Diterjemahkan secara bebas oleh Rilis Eka Perkasa
hanya hitam dari awal ke ujung.
Terima kasih! Siapapun Kau entah
atas jiwaku yang tiada terjajah
dalam cengkeram keadaan:
gidik tangis aku tak akan.
Dihajar kesempatan:
sirah berdarah, namun tunduk tak akan.
Di atas loka murka dan duka
samar ngeri bayang menghitam.
Wahai Kala yang mengancam!
Lihat, dan lihatlah! Aku tak gentar.
Tak acuh sempit pintu terbuka
tak peduli deras dera kuterima.
Akulah tuan bagi takdirku
Akulah nahkoda dalam sukmaku.
William Ernest Henley
Diterjemahkan secara bebas oleh Rilis Eka Perkasa
Senin, 15 Agustus 2016
Badai
Untuk Haris dan Asra
Haris pada perahu
Rilis pada laut
Asra pada tiang-tiang layar.
Wajah-wajah kelabu tidak menahu
pada lautan kita kuat berpagut
pada nasib lah harga akan kita bayar.
Gurat garis emas buyar
di air berserak hitam
hitam
kelabu
serupa wajahku.
Ahoi! Badai di depan menghadang
centang perenang, pasang menerjang
hari kemarin terbuang sayang
digumul samudera membandang.
Berenang.
Berenanglah! Jangan peduli apa!
Hidup adalah pasang taruhan
antara menang dan kematian
sinar senja mengelindan topan
Di permukaan, makna-makna berserakan
sekejap dilamun ditelan gelombang.
Tiada kapal tempat menjejak
Tiada hari untuk berpijak
kapal perahu kandas. Karam telak.
“Ris! Sra!” Berseru daku
“Cari kayu buat pegangan.
Jangan tenggelam. Jangan tersesat
dalam kembaraan.
Ini jagad lekas terban!”
dan kita hanyut
bersama puing-puing waktu.
Bandung, 14-15 Agustus 2016
Haris pada perahu
Rilis pada laut
Asra pada tiang-tiang layar.
Wajah-wajah kelabu tidak menahu
pada lautan kita kuat berpagut
pada nasib lah harga akan kita bayar.
Gurat garis emas buyar
di air berserak hitam
hitam
kelabu
serupa wajahku.
Ahoi! Badai di depan menghadang
centang perenang, pasang menerjang
hari kemarin terbuang sayang
digumul samudera membandang.
Berenang.
Berenanglah! Jangan peduli apa!
Hidup adalah pasang taruhan
antara menang dan kematian
sinar senja mengelindan topan
Di permukaan, makna-makna berserakan
sekejap dilamun ditelan gelombang.
Tiada kapal tempat menjejak
Tiada hari untuk berpijak
kapal perahu kandas. Karam telak.
“Ris! Sra!” Berseru daku
“Cari kayu buat pegangan.
Jangan tenggelam. Jangan tersesat
dalam kembaraan.
Ini jagad lekas terban!”
dan kita hanyut
bersama puing-puing waktu.
Bandung, 14-15 Agustus 2016
Rabu, 10 Agustus 2016
Kembang Api
Meruap sinar sisa malam
letup menguap tanpa sisa
Mengisi celah-celah angkasa
tersaput kabut, ia sudah lelah.
Membakar ampas persoalan
seolah sudah impas semua tanya di dalam.
Mengekal: menjadi taruhan gemintang.
dilamun gelap, mereka menghilang
tertidur dalam keabadian.
Bandung, 10 Agustus 2016
letup menguap tanpa sisa
Mengisi celah-celah angkasa
tersaput kabut, ia sudah lelah.
Membakar ampas persoalan
seolah sudah impas semua tanya di dalam.
Mengekal: menjadi taruhan gemintang.
dilamun gelap, mereka menghilang
tertidur dalam keabadian.
Bandung, 10 Agustus 2016
Senin, 08 Agustus 2016
Catatan Gemintang dan Perjudian
Aku ingin mencoba menjawab Bung Asra yang menanyakan sekaligus menggugat sebuah kutipan dari kakak sealmamaternya yang kebetulan lumayan dikenal di negara ini. Kutipan itu berbunyi: Gantungkan cita-citamu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang, yang menurut si Bung pragmatik hipokrit sefti.
Tautan dari gugatan tadi: http://kehendaklah.blogspot.co.id/2016/07/ketika-aku-hendak-berhenti-bertanya_31.html
Berikut jawabku: Kalau bintang-bintang sigap menangkap dan memeluk hangat ketika kau jatuh, tak mengapa. Sayangnya kau lebih sering tidak bisa menjaminnya. Bagaimana jika mereka keasyikan menghitung orang yang masih di bumi dan alpa menangkamu?
Bagaimana jika yang menangkapmu asteroid? Planet Namek? Planet Kera?
Lebih celaka lagi, bagaimana jika yang menangkap justru hantu dari bintang-bintang yang almarhum: Black hole? Supernova? Bisa koit kau.
Atau bagaimana jika ternyata yang kau bilang benar, betapa panasnya bintang-bintang itu? Koit lagi, almarhum.
Bagaimana jika ternyata kehampaan-lah yang menangkapmu, meremasmu hingga lumat?
Masih ada harapan, namun sayangnya kau tak bisa benar-benar memastikan apapun.
Sungguh celaka hidup ini, bahkan lintang gemintang pun mengajakmu berjudi.
***
Ah sudahlah. Aku bukan kampus yang selalu punya jawaban untuk segala pertanyaan. Kita cuma bisa berbuat dan berbuat lagi.
Bandung, 8 Agustus 2016
Tautan dari gugatan tadi: http://kehendaklah.blogspot.co.id/2016/07/ketika-aku-hendak-berhenti-bertanya_31.html
Berikut jawabku: Kalau bintang-bintang sigap menangkap dan memeluk hangat ketika kau jatuh, tak mengapa. Sayangnya kau lebih sering tidak bisa menjaminnya. Bagaimana jika mereka keasyikan menghitung orang yang masih di bumi dan alpa menangkamu?
Bagaimana jika yang menangkapmu asteroid? Planet Namek? Planet Kera?
Lebih celaka lagi, bagaimana jika yang menangkap justru hantu dari bintang-bintang yang almarhum: Black hole? Supernova? Bisa koit kau.
Atau bagaimana jika ternyata yang kau bilang benar, betapa panasnya bintang-bintang itu? Koit lagi, almarhum.
Bagaimana jika ternyata kehampaan-lah yang menangkapmu, meremasmu hingga lumat?
Masih ada harapan, namun sayangnya kau tak bisa benar-benar memastikan apapun.
Sungguh celaka hidup ini, bahkan lintang gemintang pun mengajakmu berjudi.
***
Ah sudahlah. Aku bukan kampus yang selalu punya jawaban untuk segala pertanyaan. Kita cuma bisa berbuat dan berbuat lagi.
Bandung, 8 Agustus 2016
Langganan:
Komentar (Atom)