"Ikatlah ilmu dengan tulisan."*Ali bin Abi Thalib
Bahasa. Ya, bahasa. Aku persempit menjadi hanya bahasa verbal, namun selanjutnya hanya akan kusebut dengan bahasa.
Dengan bahasa, spesies manusia berhasil menjadi raksasa. Dengan bahasa, spesies ini berhasil menyebut, menamai, menggolongkan, serta yang paling penting menyimpan dan menyampaikan ide. Ide yang hanya gumpalan imajiner dalam kepala akhirnya menemukan definisi yang sungguh tepat untuk diingat dan disampaikan kepada penerimanya. Memang, untuk sekedar menjadi nyata, ide tersebut cukup tinggal dilaksanakan. Namun adanya ide untuk menciptakan bahasa ini adalah sesuatu yang sungguh... impresif, jika aku tidak ingin secara berlebihan menyebutnya sebagai titik kritis sustainabilitas spesies manusia di dunia.
Namun ide untuk menjadikan bahasa menjadi simbol-simbol yang kini lazim disebut sebagai tulisan adalah hal besar lainnya.
Waktu pun pada akhirnya akan mengaburkan ide-ide imajiner di dalam kepala manusia (akupun teringat akan salah satu tulisan singkatku). Bahasa? Mereka memang menyimpan ide tersebut dan menyampaikannya pada penerimanya. Namun tidak boleh dilupakan bahwa pada akhirnya bahasa hanyalah media. Dia bukan ide itu sendiri. Pada akhirnya ide hanya kembali menjadi ide yang dapat menguap dan hilang untuk selamanya. Dan pada akhirnya datanglah simbol-simbol fisik itu. Abjad. Kata-kata. Frasa. Kalimat. Tulisan. Mungkin sedikit berlebihan, namun aku memandang tulisan adalah usaha manusia untuk mengabadikan idenya secara fisik. Bagaimana bahasa tertulis akhirnya ada tidak kuketahui secara pasti, yang jelas kehadiran bahasa tertulis langsung menuliskan sejarah, menutup era pra-sejarah.
Keindahan sastra, catatan sejarah, penemuan sains, bukti kepemilikan, atau bahkan curhatan seseorang di ujung mautnya, tidak terhitung berapa banyak yang akhirnya hanya berupa awan imajiner ide yang menghilang begitu saja. Hanya yang tertulislah yang akan bertahan dan diakui oleh manusia di sekitarnya, bahkan pada akhirnya oleh si pemilik ide itu. Contoh singkatnya, bayangkanlah sengketa tanah di mana salah satu pihak memiliki bukti tertulis atas kepemilikan tanah tersebut. Yang tertulis pun menjadi bentuk adaptasi lanjut dari ide untuk dapat bertahan di alam pikiran yang sudah makin penuh sesak dengan ide. Paling tidak itulah yang manusia lakukan untuk mengadaptasikan ide-idenya di tengah alam pertentangan.
Bagiku tidak ada alasan untuk memungkiri bahwa bahasa, ya bahasa verbal, dan tulisan adalah karya terbesar manusia, serta bahwa membaca dan menulis** menjadikan manusia itu menjadi manusia.
"Siapa yang menulis, dialah yang menang."Saya sendiri.
*) Dari serapannya dalam bahasa Arab, ilmu dapat berarti "memahami. mengerti, atau mengetahui." Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan. Aku membacanya dari sini.
**) Tentunya dengan disertai transfer ide, baik secara sadar maupun tidak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar